OMBUDSMAN Perwakilan Provinsi Banten beberapa waktu lalu melakukan penilaian bahwa pelayanan publik di Kabupaten Pandeglang tergolong paling buruk dibanding kabupaten kota lain di Provinsi Banten atau merah.
Belum lama ini, Kabupaten (Pemkab) Pandeglang juga meraih peringkat sembilan atau juru kunci terkait peringkat Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dosen Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten, Eko Supriatno mengatakan, sistem pelayanan publik berpengaruh terhadap potensi korupsi. Pelayanan Publik yang buruk tidak ada kaitannya dengan bencana atau musibah. Menurutnya, dua capaian ini merupakan gambaran bahwa seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pandeglang belum serius dan berkeringat dalam hal mewujudkan Kabupaten Pandeglang bebas dari Korupsi.
“Jangan pernah salahkan musibah atas keterpurukan melanda, tidak patut sebagai pemimpin selalu ‘menyalahkan’ bencana alam,” ujar Eko, Senin (30/12/2019).
Eko juga mengkritik visi-misi Irna-Tanto untuk menyejahterakan masyarakat Pandeglang belum tercapai. Untuk memperbaiki sistem pelayanan masyarakat bebas dari korupsi, ada beberapa rekomendasi penting yang dilontarkannya, yaitu memperbaiki ekosistem pelayanan publik. Penguatan pelayanan publik menurutnya menjadi kunci utama untuk memulai reformasi birokrasi.
“Agenda reformasi birokrasi dan perbaikan kualitas pegawai paling urgen. Pegawai yang tuna kompetensi, korup dan tidak mau melayani harus dihilangkan,” jelasnya.
Selanjutnya, Pemkab Pandeglang harus terus melakukan langkah dan upaya, mulai dari penganggaran, perencanaan, hingga dalam upaya peningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pandeglang perlu melibatkan bersama penegak hukum dan KPK.
Pemkab Pandeglang harus terus berupaya dalam progres area intervensi, mulai dari perencanan dan penganggaran, perizinan, barang dan jasa, kapabilitas APIP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan, manajemen aset dan tata kelola dana desa.
“Faktor keteladanan dan visi besar kepemimpinan menjadi daya dobrak menggerakkan perubahan dalam tubuh birokrasi,” katanya.
Ia menyebutkan, kepemimpinan yang menurut Daron Acemoglu dan James A Robison (2014) dalam “Mengapa Daerah Gagal” harus mampu melahirkan politik kebijakan inklusif. Kemajuan sebuah daerah harus selalu didukung institusi inklusif, transparan, dan akuntabel dengan daya dukung perilaku yang baik.
Lanjut Eko, menurutnya, tata kelola pemerintahan yang baik menjadi salah satu kunci pencegahan korupsi. Ini hanya bisa lahir dari pemimpin yang jujur, mempunyai visi dan misi membangun secara realistis. Ada rencana, acuan dan target capaian jelas.
Pemkab Pandeglang perlu mempublikasikan semua informasi, karena menurutnya masyarakat berhak mengetahui kegiatan pemerintah dan tata kelola terutama terkait kebijakan, anggaran, pengelolaan uang, dan pelayanan administrasi agar masyarakat dapat memberi pertimbangan kepada pemerintah.
“Masyarakat Pandeglang selalu berharap bahwa semua upaya pemerintah dalam meningkatkan anggaran pendapatan belanja daerah itu dimanfaatkan untuk semaksimalnya, dan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk dinikmati oleh sebagian individu yang hanya untuk memperkaya diri sendiri,” tuturnya.
Di samping itu, Ia juga menyampaikan bahwa upaya perbaikan sistem birokrasi perlu dilakukan secara menyeluruh. Misalnya, memangkas proses perizinan berbelit-belit, penerapan sistem pelayanan terpadu, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti e-government, e-procurement, serta e-budgeting.
“Tata kelola pemerintahan yang baik akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sekaligus mengurangi korupsi,” pungkasnya.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Andre Sopian