Oleh: Wulan Mayasari, dr., M.H. Kes., AIFO-K
JIKA kita berada dalam suatu keadaan, lalu seseorang berkata: “lapor saja, buat visum!”. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Visum? Visum atau Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter yang sudah disumpah, berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian tubuh manusia, pada manusia yang hidup atau mati, atas permintaan tertulis secara resmi dari penyidik yang berwenang, dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Visum et Repertum berisi segala sesuatu yang dilihat, diamati, dan ditemukan pada benda yang diperiksa. Visum et Repertum memiliki daya bukti yang sah di pengadilan.
Perspektif hukum di Indonesia mengatakan bahwa Visum et Repertum adalah salah satu bukti yang sah. Menurut Kitab undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 ayat (1), ada lima alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Visum et Repertum masuk ke dalam kategori surat. Pasal 187 huruf c KUHAP mengatakan bahwa surat sebagai alat bukti yang sah, merupakan surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuati yang diminta resmi daripadanya.
Visum et Repertum tidak hanya diperlukan dalam perkara pidana, tetapi pada pemeriksaan perkara perdata untuk kasus-kasus tertentu. Perkara pidana yang biasanya kasus pembunuhan, perlukaan, pelecehan, kecelakaan, dan lain sebagainya.
Perkara perdata yang memerlukan pembuatan Visum et Repertum diantaranya adalah perubahan/penyesuaian status jenis kelamin, pembuktian status anak, klaim atas asuransi, dan sebagainya.
Visum et Repertum bertujuan untuk memberikan fakta-fakta dari bukti-bukti atas semua keadaan kepada hakim pada persidangan, agar hakim dapat mengambil keputusan yang tepat atas dasar fakta-fakta atau kenyataan, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
Adanya Visum et Repertum dapat memberikan kejelasan kejadian yang terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Visum et Repertum memiliki fungsi utama sebagai pengganti barang bukti, dikarenakan barang bukti asli seperti jenazah, korban penganiayaan atau korban kejahatan seksual tidak dapat dihadirkan dalam persidangan dalam kondisi yang sama seawktu tindak pidana tersebut terjadi.
Segala hal yang ditemukan di tubuh korban dari ujung kepala sampai ujung kaki telah dicatat dan direkam dalam Visum et Repertum pada bagian hasil pemeriksaan atau pemberitaan.
Bagaimana seseorang bisa dibuatkan Visum et Repertum? Seorang korban harus mendatangi penyidik kepolisian untuk melapor atas kasus yang dialaminya, kemudian, penyidik yang berpangkat minimal IPDA (Inspektur Polisi Dua), akan membuat Surat Permintaan Visum (SPV) yang ditujukan kepada pimpinan fasilitas kesehatan yang ditunjuk.
Penyidik akan mengantarkan SPV bersama dengan korban sebagai barang bukti ke fasilitas kesehatan tersebut. Dokter yang sudah disumpah, menerima SPV dan akan melakukan pemeriksaan, pembuatan, pelaporan, serta penyerahan Visum et Repertum. Apakah boleh seseorang meminta dibuatkan Visum et Repertum secara langsung kepada dokter yang sudah disumpah? Jawabannya tidak boleh.
Lalu apakah boleh meminta Visum et Repertum atas kejadian yang sudah lampau? Menurut Instruksi Kapolri No.INS/E/20/IX/75, tidak dibenarkan meminta Visum et Repertum mundur.
* Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran