Oleh: Dr. Minhatul Ma’arif, M.Pd, Akademisi Universitas Bina Bangsa

HARI Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober merupakan momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk meneguhkan kembali identitas budaya. Batik tidak hanya sekadar kain bergambar, melainkan warisan luhur yang sarat dengan nilai filosofis, estetika, dan identitas kebangsaan. Oleh karena itu, menanamkan rasa cinta terhadap batik sejak dini menjadi upaya strategis agar generasi muda mampu melestarikan sekaligus mengembangkan batik di era globalisasi.

Generasi muda perlu memahami bahwa kecintaan terhadap batik tidak cukup hanya dengan mengenakannya dalam acara-acara resmi. Lebih dari itu, mereka harus mengenali proses panjang yang melibatkan ketekunan, kreativitas, dan kearifan lokal dalam setiap helai kain batik. Sehingga, pembelajaran membatik merupakan sarana penting untuk menumbuhkan kesadaran bahwa batik adalah hasil karya yang lahir dari perjuangan, bukan sekadar produk instan.

Sedikitnya, terdapat 4 (empat) tahapan dalam membatik; menggambar motif, mencanting, mewarna dan melorod. Tahapan pertama dalam proses membatik adalah menggambar motif. Kegiatan ini menuntut peserta didik untuk berpikir kreatif sekaligus menghargai kekayaan ragam motif batik Nusantara.

Motif batik tidak lahir sembarangan, melainkan sarat dengan makna filosofis yang merefleksikan nilai-nilai kehidupan, harmoni dengan alam, serta kearifan lokal masyarakat setempat. Dengan belajar menggambar motif, generasi muda tidak hanya berlatih keterampilan seni, tetapi juga memahami akar budaya bangsa.

Tahap berikutnya adalah mencanting. Proses ini melatih kesabaran dan ketelitian karena melibatkan pengendalian tangan untuk menggoreskan lilin panas di atas kain. Canting bukan sekadar alat, melainkan simbol penghubung antara ide dalam pikiran dengan karya nyata. Kesalahan kecil dapat mengubah hasil akhir, sehingga mencanting mengajarkan generasi muda tentang pentingnya fokus, kehati-hatian, serta menghargai setiap detail dalam berkarya.

Setelah mencanting, tahap selanjutnya adalah mewarnai kain. Proses pewarnaan bukan hanya aktivitas estetis, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan keindahan dan kreativitas. Warna-warna dalam batik tradisional memiliki makna simbolis, misalnya warna sogan yang identik dengan kebijaksanaan dan ketenangan, atau warna cerah yang merepresentasikan semangat kehidupan. Dengan mempelajari tahap pewarnaan, generasi muda belajar menyeimbangkan estetika dengan filosofi yang terkandung dalam batik.

Tahap terakhir dalam proses membatik adalah melorod, yaitu menghilangkan lilin dengan cara merebus kain. Melorod merupakan tahap penyempurnaan yang menyingkap keindahan motif secara utuh. Proses ini melambangkan bahwa untuk mencapai hasil terbaik, dibutuhkan kesabaran, konsistensi, dan proses panjang. Generasi muda akan belajar bahwa keindahan tidak pernah hadir secara instan, melainkan lahir dari ketekunan dan perjuangan.

Melalui tahapan-tahapan tersebut, generasi muda tidak hanya menguasai keterampilan teknis membatik, tetapi juga menyerap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Membatik melatih mereka untuk menghargai proses, mencintai keindahan, sekaligus menumbuhkan karakter disiplin, telaten, dan kreatif.

Inilah yang menjadikan batik bukan sekadar produk budaya, melainkan juga media pendidikan karakter bangsa.

Di tengah derasnya arus globalisasi, kebanggaan terhadap batik menjadi kunci agar warisan ini tidak tergerus oleh budaya luar. Generasi muda perlu diajak untuk memaknai batik sebagai simbol identitas nasional sekaligus sumber inspirasi kreatif. Dengan menguasai proses membatik, mereka dapat melahirkan inovasi baru yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan jati diri ke Indonesiaannya.

Hari Batik Nasional hendaknya dijadikan momentum reflektif untuk semakin mencintai, melestarikan, dan mengembangkan batik. Bangga mengenakan batik harus disertai dengan bangga memahami dan menguasai proses pembuatannya. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga menjadi pewaris dan pencipta karya batik yang membanggakan.

Akhirnya, mencintai batik berarti mencintai Indonesia. Melalui pembelajaran membatik, generasi muda akan tumbuh dengan kesadaran bahwa setiap goresan motif adalah cerminan jati diri bangsa. Oleh karena itu, mari bersama-sama menumbuhkan rasa bangga terhadap batik dengan mempelajari setiap tahapannya, agar warisan agung ini terus hidup, berwarna, dan menjadi kebanggaan dunia.(**)