SERANG, TUNTASMEDIA.COM – Dalam sumber sejarah disebutkan, Banten adalah pelabuhan pertama yang dikunjungi armada laut Belanda pimpinan Cornelis de Houtman dalam misi dagangnya ke Timur Jauh, namun belum diketahui di mana lokasi yang tepatnya.
Hasil survey dan ekskavasi tim gabungan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII bersama Prof. Cecep Eka Permana dan Dr. Moh Ali Fadillah pada Agustus lalu merujuk pada Pabean sebagai jalur masuk Cornelis de Houtman ke Banten, setelah beberapa hari menunggu izin masuk dari otoritas Kesultanan Banten.
Peresmian monumen kehadiran misi dagang Belanda oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon pada Minggu pagi, 26 Oktober 2025 di pelataran Fort Speelwijk Banten Lama, merupakan penanda peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Banten.
Pada kesempatan itu Fadli Zon yang didampingi Kepala BPK Wilayah VIII Lita Nurmiati, Wakil Wali Kota Serang dan Ketua DPRD Kota Serang menyatakan, monumen ini merupakan penanda peristiwa awal dari kedatangan Belanda, sebelum membangun kantor dagang VOC dan kemudian mendirikan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.
Selanjutnya dikatakan Fadli Zon, semua bukti awal yang telah ditemukan, perlu diteliti lebih dalam oleh ahli arkeologi, sehingga dapat memperkaya pengetahuan tentang hubungan dagang antara Banten dengan negara-negara Eropa.
“Peninggalan arkeologi di Banten Lama, seperti Keraton Surasowan dan juga Keraton Kaibon, kiranya perlu ada upaya untuk dapat merekonstruksinya kembali, sehingga potensi sumberdaya budaya yang ada sekarang dapat dikembangkan di masa depan,“ harapnya.
Sebelumnya diberitakan, Arkeolog Dr Moh Ali Fadillah saat acara diskusi rangkaian acara Sasaka Cibanten Naritis Cai Mapag Kabantenan yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII di Aula terbuka Vihara Avalokitesvara, Banten Lama pada Sabtu, 25 Oktober 2025, menjelaskan tentang kapal-kapal Cornelis de Houtman dan VOC di Banten.
“Memimpin kapal Mauritius, Hollandia, Amsterdam dan Duijfke yang diawaki oleh 249 orang, Cornelis de Houtman bisa dibilang sebagai pelaut pioneer Belanda yang sukses mengarungi Lautan Atlantik dan Samudra India menuju Kepulauan Rempah di Timur Jauh,” ungkap Ali.
Dia juga menjelaskan, keempat kapal besar dari type Galleon yang disponsori oleh Compagnie van Verre menjadi pembeda dari Jung Jung Nusantara buatan Lasem Jawa Timur dan juga Jung China buatan Tiongkok, yang biasa buang sauh di Teluk Banten.
Selain berbadan besar dengan dua tiang, kapal-kapal tersebut juga dilengkapi dengan lebih dari 60 meriam. Armada yang diberangkatkan dari Amsterdam hanya untuk satu tujuan, yaitu Banten.
“Dengan hanya singgah di Bonne Esperance Afrika Selatan dan Saint Agustine Madagaskar, keempat kapal Belanda sesungguhnya menantang maut, karena selama sebulan lebih di tengah samudera hanya untuk mencapai satu tujuan, pulau rempah,” paparnya.
Keberadaan Maritius, Hollandia, Amsterdam dan Duijfke yang singgah lama di Teluk Banten sebelum melanjutkan pelayaran ke Jakarta, Jepara dan Bali, telah memperkaya pengetahuan masyarakat Banten tentang teknologi kelautan sedini akhir abad XVI.
“Fenomena sejarah ini mestinya menjadi bagian dari subyek penelitian sejarah maritim di Banten dan juga Indonesia,” pungkasnya.***Kedatangan empat kapal besar milik Belanda pada tanggal 24 Juni 1596 ke Banten, ternyata membawa perubahan baru dalam teknologi kelautan di Nusantara.
Tak hanya itu, De Houtman juga dianggap menantang maut karena harus melintas Lautan Atlantik dan Samudera Hindia untuk sampai ke Kepulauan Rempah di Timur Jauh tersebut.***






















