DOSEN Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten, Eko Supriatno angkat biacara soal temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait adanya sejumlah kepala daerah yang memiliki rekening kasino di luar negeri, beberapa waktu lalu.
Dikatakannya, informasi tentang dugaan cuci uang melalui kasino itu merupakan informasi penting yang mestinya masyarakat juga ikut memelototinya. Perlu diingat, kata Eko, aparat penegak hukum bisa menggunakan alat bukti data elektronik guna merangkai sel terputus perjudian kasino. “Segera mendesak PPATK untuk melapor ke aparat penegak hukum terkait temuan tersebut,” ujar Eko, melalui keterangan tertulis, Rabu (25/12/2019) malam.
Ia menegaskan, berbagai kasus yang berbau pencucian uang mesti segera dituntaskan. Kasus-kasus yang telah lalu seperti banyaknya kepala daerah yang dikategorikan memiliki rekening gendut, tidak pantas dipetieskan.
Keberanian PPATK untuk menginformasikan sejumlah rekening bank milik sejumlah kepala daerah yang fantastis alias tidak wajar hendaknya ditindaklanjuti terus, dan PPATK harusnya terus mengumumkan berbagai rekening yang tidak wajar di instansi lainnya. “Menurut saya, PPATK harus segera berkoordinasi dengan penyidik kepolisian maupun penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” terangnya.
Perlu diketahui, sesuai kewenangan, PPATK hanya berfungsi sebagai intelijen keuangan dan tak berwenang menyidik, memeriksa, atau menetapkan tersangka atas dugaan tersebut. Sementara itu, terkait pengusutan dugaan cuci uang tetap menjadi kewenangan bagi aparat penegak hukum.
PPATK mengungkap dugaan kepala daerah yang melakukan tindakan pencucian uang melalui kasino atau tempat perjudian luar negeri. Lembaga itu menyebut dana yang disimpan sejumlah kepala daerah dalam rekening permainan kasino luar negeri mencapai puluhan hingga ratusan miliar. Cuci uang melalui kasino merupakan modus baru TPPU kepala daerah. Pencucian uang melalui kasino dilakukan dengan cara menukar uang yang diduga hasil kejahatan dengan koin kasino, untuk kemudian ditukar kembali ke uang tunai.
“Seorang koruptor bisa dipastikan ingin ‘mencuci’ uang atau dana hasil kejahatan korupsinya melalui berbagai cara, agar tidak terlacak oleh aparat penegak hukum,” kata Eko.
Ia menjelaskan, aset tracing yang dilakukan oleh PPATK harus komprehensif dan aktif secara cerdas, perlu mencari data di lapangan dari berbagai pihak. Bahkan, transaksi yang berkisar di bawah Rp 500 juta pun menurutnya harus bisa dideteksi, karena kecenderungan dari pencucian uang biasanya memecah transaksinya menjadi nominal kecil-kecil, sehingga tidak mudah terlacak. “Bandar judi (kasino, red) biasanya menempuh tiga langkah menumpuk modal lewat cara pencucian uang. Pertama, menempatkan uang dan aset hasil dari bisnis judi (kasino, red) ke rekeningnya atau ke rekening orang lain,” jelasnya.
Selanjutnya modus layering, yaitu menempatkan kekayaan atau aset hasil dari bisnis judi (kasino) ke rekening beberapa orang (berlapis) supaya sulit dideteksi oleh aparat. Dan modus integrasi (integration), yaitu bandar mencampurkan uang dari bisnis judi (kasino) dengan uang dari sektor lain dan diinvestasikan dalam usaha yang benar-benar legal. “Modus ketiga ini paling sulit dilacak oleh aparat mengingat lokasi pendirian unit usaha bandar judi (kasino, red) bisa lintas daerah, bahkan lintas negara,” pungkasnya.
Kata Eko, untuk menelusuri modus pencucian uang hasil kejahatan perjudian, aparat penegak hukum harus memiliki paradigma baru yakni mengubah cara pandang atau follow the suspect (ikuti terus tersangka) menuju cara pandang baru, dan follow the money (ikuti aliran uang dan aset tersangka).
Dengan cara pandang baru tersebut menurutnya, tiap kali mengungkap kasus judi, aparat harus menyelidiki berapa jumlah aset bandar judi dan disimpan di mana saja. Dengan demikian, aparat bisa mengembangkannya ke ranah tindak pidana pencucian uang dan kemudian menyitanya untuk negara.
Aparat penegak hukum tidak boleh berpikir konvensional dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan peradilan kasus pencucian uang judi tersebut. Modus kejahatan judi menurutnya semakin canggih, dan lazim menggunakan pola sel terputus sehingga sulit memutus secara menyeluruh.
Untuk itu, aparat harus menggunakan alat bukti data elektronik guna merangkai sel terputus tersebut sehingga kejahatan perjudian dan pencucian uangnya tetap bisa diendus, dan aparat penegak hukum perlu menyamakan persepsi tentang pentingnya penanganan kasus pencucian uang judi (kasino).
Ia menjelaskan, hal tersebut tidak bisa dipungkiri saat ini masih terjadi perbedaan cara pandang antara penyidik, penuntut, dan pengadil (hakim) dalam menangani kasus pencucian uang bisnis judi, sehingga penanganan kasus itu belum efektif. “KPK adalah salah satu lembaga penegak hukum yang sudah menggunakan bukti data elektronik dalam proses penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan,” singkatnya.
Di samping itu, menurutnya perlu adanya peningkatan peran serta masyarakat agar cepat menginformasikan saat terjadi dugaan peredaran judi (kasino) di lingkungannya. Masyarakat juga harus menjadikan pribadinya masing-masing kebal terhadap pengaruh judi (kasino) yang sudah merajalela. Adapun untuk menangani berbagai transaksi yang tidak wajar dalam rangka modus pencucian uang, Ia mengatakan ada tiga aspek yang harus segera dibenahi. Tiga aspek itu ialah kerahasiaan bank, kerahasiaan finansial secara pribadi, dan efisiensi transaksi.
Implikasi lainnya dari kejahatan pencucian uang adalah bahwa lembaga-lembaga keuangan hingga lembaga politik (parpol) yang terbukti mengandalkan pada dana hasil kejahatan pencucian uang bisa dilikuidasi atau dibekukan.
“Eksistensi PPATK dan berbagai kampanye antipraktik pencucian uang menjadi sia-sia jika kepemimpinan nasional tidak mempunyai political will yang kuat untuk mengganyang praktik yang tadi dijelaskan. Jika kepemimpinan nasional tidak bersungguh-sungguh, stigma sebagai negeri yang menjadi surga pencucian uang akan terus merebak ke seluruh dunia. Untuk itulah bangsa ini membutuhkan palu godam guna menyikat pelaku pencucian uang tanpa pandang bulu,” tuturnya.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Andre Sopian