AKTIVIS 98 dari Satya Peduli Banten, Herdito mengungkapkan rasa prihatin terhadap situasi gagal bayar insentif jasa pelayanan pada pegawai non-ASN sekaligus mengecam keras perlakuan Direktur RSUD Banten yang dinilai tidak memprioritaskan pekerjanya.
Menurut Dito ungkapan alasan dari Direktur RSUD yang menyatakan gagalnya pembayaran Jaspen akibat meningkatnya jumlah pasien hingga terjadinya pengalihan alokasi biaya insentif kepada biaya pelayanan untuk penanganan dinilai tidak masuk akal.
“Pasien meningkat harusnya omset meningkat, maka mestinya bayaran pegawai lancar dong? Ini kok malah tersendat sampai gagal bayar beberapa bulan. Oke kalau memang sistem penganggarannya perlu perencanaan di tahun sebelumnya. Tentu tata kelola keuangan RSUD Banten ini perlu dipertanyakan,” kata Dito, Kamis (19/09/2024).
Terlebih, lanjut Dito, RSUD Banten belum sepenuhnya menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sehingga masih terintegerasi dengan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi Banten, yang bisa menyokong dalam kekuatan dana maupun program.
“Kan ini belum full BLUD. Jadi masih disokong OPD-OPD di Pemprov Banten. Artinya mulai dari perencanaan, penganggaran sampai realisasi tentu dikawal dan terintegerasi. Harusnya kejadian gagal bayar begini gak terjadi,” ujarnya.
Dari informasi yang dihimpun setidaknya 500 pegawai yang disebut kategori Non-Aparatur Sipil Negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Non-ASN APBD Banten) mengeluhkan situasi yang terjadi sejak awal tahun ini.
Tidak hanya gagal bayar, diduga pada Maret sebelumnya para pekerja yang terdiri dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Sarjana Kedokteran mengaku terpaksa menerima insentif Jaspen mereka dipotong 50% untuk membayar tagihan listrik.
Seorang pegawai Non-ASN RSUD Banten, yang sengaja dirahasiakan identitasnya, menjelaskan kepada wartawan besaran insentif Jaspen tersebut sebesar Rp2,2 juta perbulan itu pada tahun-tahun sebelumnya selalu lancar dibayarkan sekitar tanggal 15 setiap bulannya.
Dia menuturkan situasi gagal bayar insentif Jaspen tersebut terjadi pada pegawai non-ASN yang menjabat mulai dari staff biasa sampai dokter. “Termasuk dokter juga mengalami kondisi yang sama. Gak bisa bohong, ini tentu berdampak pada psikologis kami saat bekerja. Ya kerja harus mikirin anak istri di rumah gak ada uang kan gimana ya,” ujarnya.
Terkait hal ini Direktur RSUD Banten, Danang Hamsah Nugroho, dihubungin melalui telepon genggam, membenarkan informasi di atas. Dia berjanji bakal melakukan pembayaran insentif Jaspen usai alokasi APBD Perubahan Pemprov Banten Tahun 2024 yang telah diketuk beberapa waktu lalu itu sampai kepada pihaknya.
Dia beralasan jika sejak mendekati pertengahan tahun 2024 RSUD Banten mengalami lonjakan pasien yang signifikan sehingga management melakukan pengalihan alokasi anggaran untuk keperluan layanan medis, yang mengakibatkan gagal bayar insentif Jaspen pada beberapa bulan terakhir.
Sementara, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, ketika dikonfirmasi melalui pesan tertulis whatsapp, mengiyakan secara singkat ketika ditanya apakah beban belanja pegawai rumah sakit itu masih berada di pemprov.
Redaktur: Fauzi
Reporter: Dije