Rakyat Papua Geruduk Mabes Polri, Desak Tuntaskan Kasus Penembakan di Deiyai

0
256

RATUSAN rakyat Papua kembali melakukan aksi unjuk rasa terkait kasus penembakan dan pelanggaran HAM di Distrik Tigi Selatan, Kabupaten Deiyai, West Papua, 1 Agustus lalu oleh oknum aparat kepolisian setempat.

Jika Selasa lalu massa dari Solidaritas Hak Asasi Manusia (HAM) Deiyai West Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Presiden, hari ini massa yang tergabung dalam Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme (FPR-MAM) melakukan aksi serupa di depan Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

FPR-MAM merupakan gabungan dari berbagai kelompok dan daerah, seperti FRI, WP, AMP, Ipmanapandode, Jayalamadu, Yahukimo, Tolikara, Jayapura, Biak, Merauke AMPTPI dan IPMAPA.

Melalui siaran pers yang diterima Tuntas Media.com, Rabu (09/08/2017) siang, FPR-MAM mendesak pemerintah bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan Deiyai West Papua. Selain itu massa juga menolak pembangunan pangkalan militer di seluruh Tanah Papua.

Aktivis FPR-MAM, Musa Mabel kepada wartawan mengatakan, situasi unjuk rasa dijaga ketat aparat kepolisian. Bahkan beberapa wartawan yang melakukan peliputan sempat diusir oleh oknum aparat kepolisian berseragam ataupun berpakaian preman.

“Saya sesalkan sikap oknum anggota polisi yang keras terhadap masyarakat (Papua, red), sampai-sampai dibunuh dengan menggunakan senjata. Aparat di derah terutama di Papua sangat brutal terhadap masyarakat sipil,” ungkap mahasiswa yang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jakarta ini.

Masih sama seperti tuntutan unjuk rasa sehari sebelumnya, massa yang dikomandoi Albert Pahabol juga menyuarakan 10 tuntutan kepada pemerintah.
Berikut 10 tuntutan tersebut:

1. Presiden Republik Indonesia segera mengusut tuntas peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Kabupaten Deiyai-West Papua,

2. Segera menuntut proses hukum dan mengusir keluar dari West Papua Direktur PT Dewa Krisna dan karyawannya,

3. Tangkap dan adili pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia Deiyai West Papua 1 Agustus 2017,

4. Kapolri segera mencopot Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar, Kapolres Paniai AKBP Supryagung, Kapolsek Tigi dan Dansat Brimob Paniai,

5. Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo untuk bertanggungjawab atas seluruh pelanggaran HAM di Papua serta menghentikan seluruh pelanggaran HAM di Tanah Papua,

6. Menolak tegas pembangunan basis-basis militer, semua pembangunan basis-basis TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan dan TNI Angkatan Udara secara khusus pembangunan pangkalan udara TNI Angkatan Udara Tipe C di Jayawijaya Wamena serta penambahan pasukan militer Indonesia, rencana pembangunan TNI AU di Wamena, Manokwari dan seluruh tanah Papua,

7. Menolak tegas pembangunan infrastruktur di seluruh West Papua, termasuk jalan trans Papua yang dikerjakan oleh TNI Angkatan Darat dan kontraktor sipil,

8. Membuka ruang demokrasi di West Papua dengan memberikan akses kepada jurnalis, akademisi, pekerja HAM, LSM, lembaga-lembaga Internasional mengunjungi West Papua,

9. Meminta dukungan solidaritas Internasional bagi penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kabupaten Deiyai West Papua dan seluruh pelanggaran HAM di West Papua oleh Pemerintah Indonesia melalui TNI/POLRI selama 54 tahun (1 Mei 1963-2017) dari para pemimpin rakyat Melanesia, Polinesia, Micronesia, Australia, New Zealand, Asia, Uni Eropa, Afrika, Amerika dan Caribbea,

10. Mendesak Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna membentuk tim investigasi independent guna melakukan penyelidikan terjadinya proses Genosaid pada rakyat Bangsa Papua selama 54 tahun West Papua dianeksasi 1 Mei 1963 hingga saat ini.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk ditindaklanjutinya. Terima kasih.”SAVE DEIYA, SAVE PAPUA”.

“Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!”.

Redaktur : A Supriadi
Sumber : Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme (FPR-MAM)