ILUSTRASI

PENGADAAN mobil dinas Toyota Prado seharga Rp 1,9 miliar untuk Bupati Pandeglang, Irna Narulita mulai mendapat kecaman dari berbagai pihak, seperti aktivis antikorupsi hingga mahasiswa.

Nalar Pandeglang Foundation mengecam keputusan Pemkab Pandeglang yang membeli kendaraan dinas baru untuk Bupati Irna Narulita pada APBD 2018 lalu.

“Dengan ini kami Nalar Pandeglang Foundation Kabupaten Pandeglang mengecam pembelian mobil dinas Bupati Pandeglang, Toyota Land Cuiser Prado dengan spesifikasi yang tidak transparan (tidak tercinci di SIRUP) dimenangkan oleh PT Lima Anugrah Sejahtera dengan harga 1.897.500.000 dari HPS 1.968.751.000,” tulis Nalar Pandeglang melalui Divisi Advokasi Hukum dan HAM, Aa Saefullah melalui siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (13/03/2019) sore.

Pihaknya menilai, proses pengadaan mobil dinas Toyota Prado berpotensi melanggar regulasi etika kepatutan. Bahkan pengadaan mobil dinas tersebut disinyalir melanggar Nomor : 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Milik Pemerintah.

“Kami menilai pengadaan mobil ini tidak memenuhi syarat dan bukan merupakan pengadaan untuk kebutuhan dalam keadaan darurat. Dalam kenyataannya mobil dinas digunakakan Bupati Pandeglang sejak tahun 2017 hingga saat ini yaitu Toyota Vellfire masih layak digunakan,” sebutnya.

Setelah dilakukan croscek harga, kata Aa, dari data penyedia kendaraan harga pasaran Toyota Prado di Indonesia sekitar Rp 1,4 miliar atau lebih murah dari pagu anggaran Rp 1,9 miliar.

“Berpotensi merugikan negara hingga Rp 600.0000 karena berdasarkan data yang kami miliki dari penyedia kendaraan, harga Land Cruiser Prado di Indonesia dikisaran kurang lebih Rp 1,4 miliar,” sambung Aa.

Selain itu ia menilai, pengadaan mobil dinas mewah tersebut tidak mencerminkan asas-asas umum pengelolaan keuangan daerah, yaitu asas tanggungjawab yang berarti keuangan daerah dikelola secara efektif dan efesien dengan mengukur pencapaian program dengan target yang telah ditetapkan. Kemudian Bupati Irna dianggap tidak memiliki sense of crisis mengingat Kabupaten Pandeglang saat ini tengah disibukkan dengan pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat pasca bencana tsunami Selat Sunda.

“Pemkab Pandeglang agar mengeluarkan moratorium pengadaan kendaraan dinas baru dan fokus pada peningkatan pelayanan dasar masyarakat,” pintanya.

Senada diungkapkan aktivis antikorupsi, Uday Suhada. Aktivis Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik menilai, Bupati Irna Narulita tidak memiliki sense of crisis dan tidak menunjukkan sebagai pemimpin yang bijak.

“Nuraninya hilang oleh nafsu kemewahan dibandingkan dengan keprihatinan terhadap nasib rakyatnya. Ini dibuktikan saat warga sakit ditandu menuju puskesmas, ia (Irna Narulita, red) hanya minta warganya untuk bersabar,” katanya.

Menurut Uday, di tengah kondisi Kabupaten Pandeglang yang masih tertinggal, sepatutnya diwujudkan dengan sikap sederhana para pejabatnya. Jangan sebaliknya, masyarakat hingga saat ini masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan dasar dengan maksimal, tetapi pejabat daerah memiliki fasilitas yang mewah.

“Saya dengar tidak hanya bupati yang mendapatkan mobil dinas baru, tapi wakil bupati dan sekda juga sama. Namun untuk wakil bupati dan sekda tertunda, namun anggarannya sudah dialokasikan. Ini ada apa? Di sisi lain masyarakatnya masih hidup di tengah kesusahan, tetapi pejabatnya bagi-bagi fasilitas mewah,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan DPRD Pandeglang yang memiliki fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi. Sebab setiap rupiah anggaran pemerintah yang akan digunakan tentunya terlebih dahulu melalui proses penganggaran, pengawasan, dan terakhir disetujui bersama melalui Perda APBD.

“Mungkin sama saja dengan DPRD-nya, yang malah menyetujui meloloskan anggaran pembelian mobil dinas. Itu tidak mungkin tidak tahu, karena ada Badan Anggaran yang memiliki kewenangan terhadap hal tersebut. Jangan-jangan dewan tidak melaksanakan fungsi dengan semestinya atau ada bargaining lain?,” kata dia.

Sementara, Ketua DPC GMNI Kabupaten Pandeglang, Indra Patiwara mengatakan, pembelian mobil dinas Bupati Pandeglang Rp 1,9 miliar sangat keterlaluan. Karena seharunya bupati bukan mementingkan kenyamanannya melainkan melihat skala prioritas anggaran.

“Kenyamanan rakyat itu di atas segala-galanya yang harus dipikirkan oleh seorang pemimpin. Seharusnya Bupati Pandeglang jangan memprioritaskan APBD untuk pembelian mobil dinas yang harganya fantasis, apalagi tahun lalu sudah membeli mobil dinas dengan harga yang cukup mahal juga,” ujar Indra.

Menurut dia, fasilitas mewah yang diperoleh Bupati Pandeglang sangat kontras dengan kondisi masyarakatnya. Dengan pelayanan dasar yang masih jauh dari kata ideal dan Pandeglang masih tertinggal, mestinya APBD dikelola dengan baik untuk membantu mewujudkan RMPJD lima tahun menjabat.

“Fokus bupati itu sebagai kepala daerah seharusnya paham apa yang dibutuhkan masyarakat. Intinya kebijakan itu harus melihat situasi dan kondisi dan juga berpihak terhadap rakyat,” tegas dia.

Pihaknya juga mempertanyakan fungsi DPRD Pandeglang yang dinilai lemah dalam melakukan pengawasan. Sebab dengan anggaran pembelian mobil dinas yang sangat fantastis masih bisa lolos atau mungkin sengaja diloloskan.

“Fungsi pengawasan yang dilkukan DPRD ini sangat lemah, bisa saya katakan mandul bahkan disfungsi, terutama Banggar DPRD Kabupaten Pandeglang,” pungkasnya.

Redaktur : A Supriadi
Reporter : Dendi