MARAKNYA kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pandeglang, mendorong sejumlah aktivis mahasiswa Pandeglang untuk peduli dan terlibat dalam penanganannya.
Tak hanya itu, mahasiswa pun menggandeng Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) untuk turut serta bersinergi memerangi kasus tersebut.
Koordinator Aktivis Mahasiswa Pandeglang, Sahrul Muhtarom, mengaku gerakan yang dilakukan mahasiswa berawal dari keprihatinan dengan kondisi yang terjadi di Pandeglang. Setiap tahunnya angka kekerasan yang terjadi kepada perempuan dan anak di Pandeglang semakin membuat miris saja.
“Pertahun angkanya semakin tinggi saja. Dari data yang kami ambil dari Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Pandeglang saja pada tahun 2024 ini sudah ada 21 kasus kekerasan,” ungkapnya dalam diskusi yang digelar di Sekretariat KMSB, Karundang Cipocok Jaya Kota Serang, Senin (10/06/2024).
“Maka penting untuk kami yang masih mahasiswa ini memperhatikan persoalan ini, karena ini sebagai bentuk kepedulian kami juga terhadap kondisi yang terjadi di daerah,” sambungnya.
Niat baik Aktivis Mahasiswa Pandeglang disambut anggota presidium KMSB, Kemuning. Pihaknya mengapresiasi kepedulian dan keberpihakan mahasiswa terhadap kekerasan perempuan dan anak.
Dalam sesi diskusi dengan para mahasiswa, secara tegas Kemuning menyebutkan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan seharusnya tidak boleh mengenal kata damai.
Ia mendasari hal tersebut dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Lebih tegas lagi di Pasal 6 (ayat) 1 jo 7, disebutkan bahwa persoalan ini bukan delik aduan. Artinya, tanpa menunggu laporan, aparat penegak hukum harus bergerak bila terjadi kasus kekerasan seksual,” kata Kemuning.
Selain itu, kata Kemuning, dalam beberapa kasus, kekerasan terhadap perempuan dan anak melibatkan beberapa tokoh publik. Kata Kemuning, di Pandeglang ada pelaku kekerasan seksual yang saat ini telah terpilih kembali menjadi wakil rakyat tengah digadang-gadang akan menjadi salah satu pimpinan di DPRD Pandeglang.
“Kita tidak dapat membayangkan akan jadi seperti apa Pandeglang, jika pimpinan oleh wakil rakyat yang secara de facto adalah pelaku kekerasan seksual,” katanya.
Fakta terpilihnya sosok pelaku asusila ini menandakan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan di Pandeglang menjadi hal yang lumrah atau biasa saja.
Kenyataan tersebut, menurutnya, harus menjadi evaluasi bagi siapa pun yang memiliki harapan untuk mewujudkan Pandeglang yang jauh lebih baik ke depan.
Diakhir ia menegaskan, diskusi mahasiswa dan Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) ini menjadi pemantik untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa kekerasan seksual terhadap anak wajib dilawan secara berjamaah. (*)
Redaktur: Fauzi
Reporter: Muklas