PENETAPAN hutan adat merupakan rangkaian proses panjang dari berbagai pihak baik dari pemerintah maupun dari seluruh komponen masyarakat dalam upaya mendorong pengakuan wilayah adat.
Secara resmi pemerintah telah memberikan perlindungan dan pengakuan hutan adat pada 30 Desember 2016 di Istana Negara sebagai jawaban atas perjalanan panjang perjuangan masyarakat adat hingga ke Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya saat menyampaikan sambutan dalam acara rapat koordinasi nasional hutan adat di Hotel Ciputra, Jakarta (23/01/2018).
Ia juga menegaskan, pemerintah serius untuk menyelesaikan secara komprehensif dalam penetapan hutan adat yang sedang berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
“Prosesnya harus dilakukan secara cermat dan hati-hati mengingat implikasinya amar besar pada masa sekarang dan akan datang,” ujar Nurbaya melalui siaran pers yang dikirimkan Humas dan Protokol Setda Lebak.
Rapat koordinasi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan terkait proses penetapan hutan adat, di antaranya inventarisasi masyarakat hutan adat (MHA) yang belum optimal, database HMA yang belum dikelola dengan baik, serta kurangnya akses informasi dalam pengajuan permohonan hutan adat dan kurangnya komitmen pemerintah daerah terkait peraturan daerah atau produk hukum tentang pengakuan MHA.
Sementara itu, Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya menjelaskan, salah satu hutan adat yang telah ditetapkan melalui SK.6744/MENLHK-PSKL/KUM.1/12/2016 adalah Hutan Adat Kasepuhan Karang seluas 486 hektare yang berlokasi di Desa Jagaraksa, Kecamatan Muncang atau yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) jalur lintas Kecamatan Sobang-Kecamatan Sajira-Kecamatan Rangkasbitung.
Kemudian, lanjut Iti, proses penetapan Hutan Adat Kasepuhan Karang dilakukan berdasarkan Perda Nomor : 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan.
“Masyarakat hutan adat ini mempunyai filosofi salamet ku peso, bersih ku cai yang bermakna kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari mereka yang mengolah sumber daya alam kearifan lokal seperti bersawah dan berkebun,” ungkap Ketua DPD Partai Demokrat Banten ini.
Sumber : Humas dan Protokol Setda Lebak
Redaktur : A Supriadi