GEDUNG Sekretariat Daerah (Setda) pandeglang, Banten, yang dibangun akhir 2015 dengan anggaran Rp 11 miliar oleh PT Multi Gapura Pembangunan Semesta (MGPS), sejak selesai dibangun sudah mengalami kerusakan di beberapa bagian.
Berdasarkan pantawan wartawan, gedung yang berlokasi di Jalan Bhayangkara itu mulai mengalami kerusakan di bagian dinding dengan mengelupasnya keramik. Kemudian beberapa bagian plafon yang jebol, air yang luber dari bak penampungan hingga toilet yang tidak berfungsi dengan baik.
Ketua Pemantau Aset Negara Republik Indonesia (PANRI) Banten, Aang Kunaefi menyebut, pembangunan Gedung Setda merupakan bentuk kegagalan pekerjaan konstruksi. Kegagalan dimaksud adalah, hasil pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengam spesifikasi seperti yang tertuang dalam kontrak kerja.
“Saya melihat berdasarkan aturan, kondisi Gedung Setda Pandeglang ini mengalami gagal konstruksi. Gagal konstruksi yang tidak sesuai spek dalam kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan akibat kesalahan pengguna atau penyedia,” terang Aang, Kamis (24/08/2017) pagi.
Dikatakannya, sesuai regulasi, pelaksana kegiatan memiliki tanggungjawab atas kegagalan konstruksi selama 10 tahun setelah bangunan dinyatakan selesai.
“Masa pemeliharaan yang telah dilakukan selama enam bulan adalah untuk mempebaiki cacat tersembunyi yang timbul pada masa pemeliharaan,” tambah dia.
Dikatakannya, melihat kondisi Gedung Setda seperti saat ini, penyedia jasa yakni PT MGPS wajib melakukan perbaikan atau penggantian atas kegagalan pekerjaan konstruksi yang disebabkan kesalahan penyedia jasa dengan biaya sendiri.
“Atas dasar tersebut Gedung Setda Pandeglang masih tanggungjawab penyedia jasa (kontraktor dan pengawas, red), bukan tanggungjawab pemakai,” tegasnya.
Bahkan, jika sampai muncul biaya rehabilitasi Gedung Setda dinilai tidak tepat, mengingat bangunan tersebut baru selesai dua tahun lalu.
Lanjut Aang, jikapun mau dikeluarkan biaya, itu bersifat pemeliharaan yakni mempertahankan kondisi bangunan, contohnya pengecetan atau penggantian lampu. Dirinya membandingkan Gedung Setda yang dibangun Rp 11 miliar dengan Gedung Kejari Pandeglang senilai Rp 4 miliar pada 2014 lalu. Hasil pembangunan Gedung Kejari, sambung Aang, terlihat sangat baik dan tidak nampak kerusakan seperti yang terjadi di Gedung Setda.
“Memang secara volume berbeda antara Gedung Setda dengan Gedung Kejari, namun kita bisa melihat kualitasnya. Gedung Kejari jauh lebih memiliki kualitas jika dibandingkan dengan Gedung Setda,” tukasnya.
Aang bahkan meminta jaksa sekali-sekali untuk bertandang ke Gedung Setda hanya untuk membandingkan kualitas pembangunan antara Gedung Setda dengan Gedung Kejari.
“Sekali-sekali jaksa itu main ke Gedung Setda, biar tahu perbandingan harga gedung yang Rp 11 miliar dengan yang Rp 4 miliar,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pandeglang, Anwari Husnira mengatakan, jika Gedung Setda dianggap gagal konstruksi maka gedung tersebut tidak bisa digunakan.
Namun secepatnya ia akan melakukan komunikasi dengan PPTK terkait permasalahan ini.
“Yang dimaksud gagal kontruksinya sebelah mana? Apa spesifikasinya? Sebelum berbicara gagal konstruksi kasih tahu dulu sebelah spesifikasinya,” kata Anwari.
Ia menyebut, bahkan dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak ada masalah dan hanya temuan kecil. Menurut dia, jika disebut gagal konstruksi maka Gedung Setda tidak bisa dipakai.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Dendi