MEMPERINGATI hari 10 Muharram, warga Kadu Gajah RT 01/08 Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, selalu mempertahankan tradisi leluhur dengan membuat Bubur Suro setiap tahunnya dengan rutin, melalui swadaya warga RT 01/ RW 08 yang selalu kompak dalam setiap kegiatan.
Beberapa bapak-bapak, ibu-ibu, nampak sibuk berbagi pekerjaan. Ada yang bergantian mengaduk-aduk bubur di wajan besar, ada juga yang memarut kelapa dan membuat bumbu. Di samping Poskamling, mereka bergotong-royong mempersiapkan sajian yang dikenal dengan bubur suro. Untuk kemudian, disantap bersama dan dibagikan ke warga RT 01/08 dan sekitarnya.
“Ini tradisi tahunan warga di sini, untuk membangun kebersamaan. Semua bahan-bahan pembuatan bubur ini, berasal dari patungan warga,” ungkap Ketua DKM Kampung Kadu Gajah, Aan Hamdullah, Kamis (19/8/2021).
Menurutnya, membuat bubur Suro dilakukan setiap memasuki 10 hari Bulan Muharram, atau Suro dalam kalender Jawa. Sebelumnya, warga juga ada yang berpuasa sunah pada bulan ini.
“Setahu saya, ada yang berpuasa sunnah 2 hari, ada juga yang berpuasa dari tanggal 1 selama 9 hari,” kata Aan.
Sajian bubur ini disiapkan untuk disantap oleh warga sekitar seusai memanjatkan doa memperingati peristiwa besar yang terjadi di bulan Muharram.
Tradisi selamatan ini digelar sebagai bentuk penghormatan dan memperingati peristiwa-peristiwa besar Islam pada masa lampau, selain bertujuan untuk membangun kebersamaan.
“Bubur Suro, dibuat dari beras, santan, garam, jahe, sereh, wortel, dan jenis kacang- kacangan seperti kacang tanah, kedelai, dan kacang merah, yang di campur menjadi satu. Selain itu, tidak lupa dengan ikan asin sebagai lauknya, agar lebih lengkap,” terangnya.
Dari pantauan media di lokasi acara pembuatan bubur oleh warga RT 40 ini sangat antusias sekali, terlihat saat membuatnya pun dengan penuh canda tawa. Tujuan digelarnya acara ini untuk meningkatkan sinergitas dan tali silaturahmi warga yang jarang berkumpul bersama.
Menurut Aan, yang terpenting dari mempertahankan tradisi bubur Suro ini adalah, agar anak cucunya mengetahui dan dapat merasakan kuliner khas para orang tua dahulu. Karena tradisi ini, semakin lama tampaknya telah hilang dan hanya dilaksanakan kaum sepuh saja.
“Jangan sampai, anak cucu kita tidak pernah menikmati bubur Suro. Makanya, kita jaga terus tradisi ini hingga anak cucu kita,” ujarnya.
Redaktur : D. Sudrajat
Reporter : Asep