MINIMNYA ruang-ruang untuk dialog budaya sebagai ruang belajar masyarakat membuat resah seniman muda Lebak Banten, Abdul Majid.

Dalam pikirannya, ruang-ruang publik harus melibatkan masyarakat sebagai subjek bukan hanya objek. Sebab dari sanalah masyarakat memiliki kesempatan untuk membentuk opini, sikap dan persepsi terhadap aspek kebudayaan.

Di lahan milik orangtuanya di Warunggunung Lebak, Majid mendirikan Amphitheater Guriang untuk meluapkan keresahan yang ia rasakan selama ini.

Di bawah Yayasan Guriang Tujuh Indonesia yang ia dirikan, Majid melakukan kerja-kerja kebudayaan; melatih teater, membuat pementasan, menyediakan ruang pameran, diskusi dan lain-lain, tentu saja dengan melibatkan masyarakat sekitar lingkungan Guriang.

“Saya kadang tidak percaya bisa sampai di titik ini,” kata Majid saat saya mengunjunginya malam itu.

Gayung bersambut, Yayasan Guriang mendapat program pengelolaan ruang budaya dengan mengusung tema Saba Budaya Banten. Melalui acara dan kegiatan yang di gelar di Saba Budaya Banten, Guriang ingin menciptakan ruang untuk dialog, refleksi, dan pemahaman bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan dan melestarikan warisan budaya suatu komunitas atau wilayah.

“Saba Budaya Banten mengacu pada suatu gambaran atau representasi visual dari keragaman budaya yang diintegrasikan dengan konsep keberlanjutan,” kata Dosen Luar Biasa STKIP Setia Budi Rangkasbitung tersebut.

Saba dalam bahasa Sunda memiliki arti mengunjungi. Budaya Banten, berarti kehidupan yang mewakili karakter atau identitas masyakat Banten. Baik secara, nilai, norma, sejarah, arsitektur, motif batik, busana tradisional, musik tradisonal, pertanian, adat istiadat atau cara hidup yang berlandaskan pada kearifan local masyarakat Banten.

“Jika diartikan, Saba Budaya Banten. Berfokus pada ekologis budaya, sosial budaya, dan ekonomi budaya. Dalam keseluruhan, ekologi, Sosial, dan ekonomi kebudayaan menyoroti pentingnya melihat budaya dan lingkungan sebagai sistem yang saling terkait dan saling mempengaruhi sebagai jejaring kebudayaan,” paparnya.

Dalam pelaksanaan program tersebut, Guriang bekerja sama dengan komunitas lokal, seniman, dan institusi budaya untuk memastikan program-program yang dijalankan relevan dan bermanfaat bagi semua pihak terkait.

Rencananya, kata Majid, program Saba Budaya Banten akan dilaksanakan Jumat, 29 Maret 2024 di Amphiteater Guriang Indonesia Salah satu Kegiatan dalam peluncuran Saba Budaya Banten adalah diskusi kebudayaan Bersama Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata, Sejarawan Banten Dadan Sudjana, dan Bambang Prihadi ketua Dewan Kesenian Jakarta. Pemantik diskusi, Nedi Suryadi dari Sandekala Institute.

“Kegiatan peluncuran program Saba Budaya Banten dimeriahkan oleh Sanggar Lebak Membara, angklung buhun Baduy, Qasidah ibu-ibu masyarakat Alun-alun Warunggunung, tari kreasi Ngagebot dari SDN 3 Tambak Baya, dimeriahkan Reo dan Gozil Momonon, dan pencak silat,” pungkasnya.