SPANDUK bertuliskan 'bupati dan wakil bupati kita' terpasang di Alun-alun Pandeglang, Jumat (07/07/2017). Spanduk yang dipasang oleh aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Pandeglang, Dede Nasir, bermaksud
SPANDUK bertuliskan 'bupati dan wakil bupati kita' terpasang di Alun-alun Pandeglang, Jumat (07/07/2017). Spanduk yang dipasang oleh aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Pandeglang, Dede Nasir, bermaksud "menyentil" sikap mantan Bupati Pandeglang,  Ahmad Dimyati Natakusumah yang terkesan mengintervensi roda pemerintahan Pemkab Pandeglang.(Fotograper Dendi) 

SIKAP Ahmad Dimyati Natakusumah, suami Irna Narulita (Bupati Pandeglang) dinilai overlap dengan mengintervensi roda pemerintahan daerah.

Menyikapi hal itu, aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Pandeglang, Dede Nasir “menyentilnya” dengan memasang sejumlah spanduk di pagar-pagar kantor pemerintahan Pemkab Pandeglang.

Spanduk dengan background warna putih bergambar Bupati Irna Narulita dan Wakil Bupati Tanto Warsono Arban itu bertuliskan ‘bupati dan wakil bupati kita’ serta logo Pemkab Pandeglang di bagian atasnya.

Dede Nasir mengaku, sengaja memasang spanduk tersebut karena santernya isu intervensi mantan Bupati Pandeglang, Ahmad Dimyati Natakusumah terhadap jalannya pemerintahan di Kabupaten Pandeglang.

“Sengaja saya pasang spanduk di pagar-pagar kantor pemerintahah dan alun-alun agar terbaca oleh masyarakat. Tujuannya untuk mengingatkan bahwa Bupati Irna dan Wakil Bupati Tanto Warsono Arban adalah bupati kita, bukan Pak Dimyati,” ujar Dede Nasir, Jumat (07/07/2017).

Mantan Ketua IPNU Pandeglang ini menyebut, dengan adanya isu intervensi memunculkan kesan kurang baik terhadap tata kelola pemerintahan yang dilakukan Bupati Irna.

“Isunya ada intervensi dari mantan bupati (Ahmad Dimyati Natakusumah, red). Situasi ini sangat tidak kondusif dan mengambat pembangunan di Pandeglang,” terangnya.

Sementara, pakar komunikasi Rafe’i Ali Institue (RAI), Atih Ardiansyah menerangkan, ada dua pesan yang ingin disampaikan dalam spanduk tersebut. Pesan pertama adalah, ajakan keterlibatan semua komponen masyarakat dalam pembangunan Pandeglang. Kedua adalah ajakan untuk memperkuat barisan mendukung Bupati Irna yang barangkali dipandang sebagai pihak yang lemah atau dikesankan demikian.

“Pesan yang ingin disampaikan pembuat spanduk adalah siapapun yang ada di belakang Dimyati dan masyarakat umumnya harus berada satu shaff mendukung bupati definitif,” ungkap dia.

Frasa atau kata “kita”, ujar Atih, selain counter terhadap sikap dan komentar Dimyati di sejumlah media yang sering mengritik kinerja Bupati Irna dan juga ajakan merapatkan barisan untuk tetap mendukung Irna Narulita sebagai bupati definitif.

Magister Ilmu Komunikasi ini menambahkan, kalau diperhatikan Bupati Irna meski masih minim inovasi, kecepatannya dalam menanggapi persoalan dengan dukungan media sosial, dipandang sebagai satu kelebihan dibanding bupati sebelumnya termasuk Dimyati.

Jika dikaji dari corak politik dinasti, dia menilai, apa yang terjadi di Pandegang merupakan corak politik populisme mirip dengan di Indramayu.

“Pada akhirnya dinasti yang bercorak populisme yang tujuan awalnya adalah melanggengkan kekuasaan suami atau kerabat membikin publik membangun opini bahwa pemerintah daerah tak ubahnya seperti sebuah rumah tangga. Dampaknya, pengelolaan kebijakan di tingkat eksekutif tidak akan efektif, standar yang digunakan bukan legal formal melainkan emosional. Dan ini bisa berdampak pada bupati definitif yaitu bisa hilang wibawa atau mengikis kepercayaan publik. Makanya kenapa pemasang sepanduk melakukan hal itu untuk menegaskan bupati masih dipandang punya marwah,” pungkasnya.

Redaktur: A Supriyadi
Reporter: Dendi