PULUHAN masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sumurlaban (AMS), Kecamatan Angsana, Kabupaten Pandeglang, Banten dan sejumlah mahasiswa menggeruduk Kantor Bupati Pandeglang, Rabu (17/02/2021). Kedatangan mereka untuk menyuarakan hak-hak masyarakat yang diduga diambil oleh PT Bumi Banten Raya (BBR), yang telah melakukan penyerobotan lahan dan dianggap merugikan masyarakat.
Tidak hanya AMS, sejumlah organisasi kemahasiswaan pun ikut menyuarakan hak masyarakat Desa Sumurlaban, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mathlaul Anwar (UNMA) Banten.
Diketahui, perusahaan yang berdiri sejak 2010 ini dan bergerak dibidang industri kayu, telah mengambil alih lahan warga secara sepihak sebanyak 30 hektare, yang menurut warga tidak pernah memperjualbelikan kepada PT BBR.
Jahidi, salah seorang warga mengatakan, warga awalnya hanya diberikan kontrak untuk penyewaan lahan tersebut selama tujuh tahun pada tahun 2010. Namun saat jangka waktu kontrak selesai, pihak PT BBR malah mengklaim lahan warga sudah menjadi milik perusahaan tersebut. Warga menilai ada oknum pejabat daerah yang terlibat dalam persoalan tersebut.
“Kami tidak pernah merasa menyewakan lahan kami selama 25 tahun, dan kami juga tidak merasa lahan kami di jual belikan kepada pihak mana pun. Kami hanya menerima kontrak tujuh tahun, tidak lebih dari itu,” kata Jahidi.
Ia meminta, pihak terkait agar PT BBR dibubarkan dari Kecamatan Angsana. Hal itu dikarenakan masyarakat sudah jelas dirugikan oleh perusahaan tersebut. Ia juga menjelaskan, bahwa masyarakat sudah pernah dilaporkan oleh PT BBR kepada pihak Kepolisian terkait pengembalian lahan
“Intinya ini sudah mengambil lahan kami, kita sudah pernah dilaporkan kepada Kepolisian dan mereka juga pernah menyewa jawara kurang lebih 45 orang di lokasi. Padahal lahan itu punya masyarakat, itu lahan punya kami tinggal itu saja pak,” terangnya.
Di lokasi sama, Korlap Aksi Agus Hidayat mengatakan, di tengah maraknya dugaan PT BBR merupakan perusahaan ilegal, perusahaan tersebut juga diduga kita berupaya melakukan penyerobotan lahan masyarakat Desa Sumurlaban. Dari pengakuan warga yang ia dapat selama investigasi, perjanjian awal masyarakat dengan PT BBR hanya tujuh tahun terhitung dari tahun 2010 sampai 2017 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 7.000.000, akan tetapi setelah habis masa kontrak pihak perusahaan tersebut mengklaim bahwa kontrak itu berjalan 25 tahun, dan pihak perusahaan juga mengklaim sudah termasuk jual beli tanah.
“Masyarakat dulu itu hanya menyewakan selama tukuh tahun dengan nilai Rp 7.000.000, dan masyarakat masih memegang sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah,” kata Agus.
Berdasarkan fakta yang ada, ia menduga pihak perusahaan berupaya melakukan pemalsuan dokumen untuk melancarkan aksinya demi mengelabui masyarakat. Maka dari itu, puluhan masa meminta kepada pihak terkait agar PT BBR ditutup dan diusir dari Kecamatan Angsana.
“Kami minta agar semua pihak terkait untuk menutup PT BBR dan lindungi masyarakat dari ancaman pihak perusahaan PT BBR,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang, Udi Juhdi membenarkan perusahaan tersebut tidak berizin. Pihaknya telah melakukan upaya investigasi dan telah melakukan kordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Pandeglang, untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.
“Iya benar bahwa perusahaan tersebut tidak mengantongi izin, kita juga telah berkoordinasi dengan pihak perizinan,” jelasnya.
Selanjutnya DPRD Kabupaten Pandeglang akan segera memanggil PT BBR dan DPMPTSP beserta pejabat daerah dan masyarakat Angsana, untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
“Kita akan lakukan pertemuan dengan beberapa pihak, terkait masalah yang terjadi di Kecamatan Angsana ini” pungkasnya.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Andre Sopian