JAHIDI (80) warga Desa Mogana, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, Banten, sudah belasan tahun tinggal di rumah yang tidak layak huni. Selain tidak layak huni, rumah yang ditinggalinya saat ini rawan ambruk, karena kondisi atap dan dinding sudah rapuh dimakan usia.
Hal tersebut diakibatkan atap yang bocor yang sering terkena air hujan karena sebagian atap sudah ambruk.
Kurangnya penglihatan dan renta, Jahidi hanya dapat beraktivitas di dalam dapur berukuran sekitar lima kali tiga meter.
“Sudah belasan tahun kaya gini, aktivitas juga di sini saja. Sudah tidak kuat jalan jauh, mata juga udh kurang penglihatan,” kata Jahidi, saat ditemui di kediamannya, Jumat (10/07/2029).
Ia mengaku, memiliki empat orang anak, namun yang masih tinggal bersamanya kini hanya satu, itupun hanya sesekali pulang ke rumahnya. Sementara itu tiga orang anaknya tidak kunjung untuk pulang, bahkan sekedar menengok pun tidak pernah.
“Anak ada empat, yang ada cuma satu itu pun jarang pulang. Yang tiga tidak pulang-pulang, sekitar dua tahun yang kalau pulang juga,” imbuhnya.
Ia menuturkan, tidak pernah mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya. Meski begitu ia pernah sekali mendapatkan satu kali bantuan selama wabah Covid-19.
“KTP tidak punya, hilang sudah puluhan tahun dicopet di kereta. Bantuan pernah dapat cuma sekali,”
Keterbatasan biaya membuat rumahnya tidak mampu untuk diperbaiki. Selain itu untuk kebutuhan sehari hari, Jahidi hanya mengandalkan belas kasih para tetangga. Ia berharap, rumahnya dapat diperbaiki secepatnya oleh pemerintah maupun pihak lain, agar tidak membahayakan dirinya.
“Mau dibenerin juga tidak ada biaya, kalau makan dari tetangga, ada juga dari sodara yang jauh. Ya pengennya di perbaiki cuma tidak ada biaya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa Mogana, Muhamad Ropik mengatakan pihaknya sudah memberikan bantuan berupa bantuan sosial tunai dari Pemprov Banten maupun sembako.
Akan tetapi terkait pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), terkendala oleh biaya swadaya karena bantuan stimulan perumahan swadaya tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
“Bantuan sudah pernah dapat. Terkait rumah, dulu ditawarkan bantuan BSPS, namun pihaknya menolak karena tidak ada biaya tambahan,” terangnya.
Selain itu pihak desa masih menunggu komunikasi dari pihak keluarga dan perangkat desa lainnya, seperti RT dan RW, terkait pembangunan rumah Jahidi.
“Kalau misalkan ada dari pihak keluarga dan RT serta RW, kita siap menindaklanjuti,” pungkasnya.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Andre Sopian