Banten Tanah Titipan (Edisi 1)

0
148
Foto : Rukman Nurhalim Mamora/ tuntasmedia.com

Banten Tanah Titipan (Edisi 1)

Ruang Kosmoplit

Dua bulan lagi, perjalananProvinsi Banten akan genap tujuh belas tahun,masih terlalu riskan untuk bisa memahami keseluruhan gejala sosial di bumi Banten.Terlebih, ketika ingin memotret dinamika masyarakatnya secara komprehensif. Sekalipun sesaat, sebuah dimensi waktu selalu menyajikan untaian ragam bentuk kebudayaan dengan segala kompleksitasnya.

Refleksi alam dan manusia yang tertangkap pancaindera hanyalah interpretasi atas berbagai gejala alam dan manusia yang kadang berada dalam kohabitasi harmonis, tetapi tak jarang pula satu dan lainnya saling beradaptasi. Namun, kerap pula saling menundukkan. Sesungguhnyalah perjalanan selalu berada pada putaran waktu dalam relativitas geokultural.

Dalam seluruh fase sejarah umat manusia, Banten adalah ruang dan waktu dalam geografi budaya Nusantara yang telah mewarisi peristiwa-peristiwa penting.Harus diakui, entitas Bantentelah dan akanselalu mengundang perhatian. Dari berbagai peristiwa sejarah juga terefleksi mentalitas dalam berbagai wujud budaya dan bahkan, entah itu gagasan, perilaku atau material culture telah dengan sendirinya memberi karakter pada peradaban yang sebagiannya masih tetap aktual dalam konteks kekinian.

Demikianlah, Provinsi Banten kini, yang sudahakan sweet seventeen empat oktober 2017 ini, telah pula mewarisi masa silam, sekurang-kurangnya sejak Milenium pertama sebelum Masehi sampai awal abad XXI sekarang.Daerah Banten, karena letaknya amat strategis di jalan persilangan empat jalur maritim utama Asia Tenggara: Samudera India, Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, sedikit banyak juga berkontribusi pada pembentukan nilai, norma dan wujud fisik kebudayaan Indonesia.

Beberapa tinggalan budaya serta sejarah alam (natural history) yang telah ditemukan dalam berbagai perjalanan ilmiah berbagai keahlian, telah mengindikasikan peran Banten yang signifikan,sedini kelompok-kelompok individu pertama baru mengenal kemahiran membuat perkakas batu sekitar 6000 tahun lalu. Lantas semakin tampak pada fase-fase sejarah kuna dan kontemporer dengan terbentuknya kelompok-kelompok little tradition yang tetap terawetkan pada komintas-komunitas petani ladang di lembah-lembah subur pegunungan Kendeng, dan gugusan Gunung Karang dan Pulasari, hingga terbentuknya great tradition yang jauh lebih kompleks dalam ruang-ruang sosial kosmopolit di pesisir utara, yang kemudian mencapai puncak peradabannya pada delta Cibanten.

Written by Moh Ali Fadillah