PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Pandeglang tahun ini mengalokasikan belanja perjalanan dinas (perdin) dalam APBD TA 2022 sebesar Rp 93,06 miliar atau sekitar 4,93 persen dari alokasi belanja operasi Rp 1,88 triliun.
Alokasi anggaran perdin dengan kode rekening induk dalam 5.1.02.04 seperti yang tertuang dalam Perbup Pandeglang Nomor: 92 Tahun 2021 tentang Ringkasan Penjabaran APBD Yang Diklasifikasikan Menurut Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek, Sub Rincian Objek Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan TA 2022, itu dibagi atas belanja perdin biasa Rp 48,20 miliar, belanja perdin tetap Rp 106,4 juta, belanja perdin dalam kota Rp 31,2 miliar, belanja perdin paket meeting dalam kota Rp 12,4 miliar, dan belanja perdin paket meeting luar kota Rp 1,1 miliar.
Dari alokasi belanja perdin Rp 93,06 miliar, terdapat tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mendapat anggaran di atas Rp 10 miliar. Tiga besar OPD penerima anggaran perdin, yakni Sekretariat DPRD Rp 39,80 miliar, Dinas Kesehatan Rp 24,08 miliar, dan Sekretariat Daerah (Setda) Rp 10,77 miliar.
Kemudian OPD lain yang mendapatkan alokasi belanja perdin di atas Rp 1 miliar, yakni Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Rp 4,56 miliar, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Rp 2.03 miliar, Inspektorat Rp 1,38 miliar, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Rp 1,22 miliar, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rp 1,01 miliar.
Sementara, Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Pandeglang, Taufik Hidayat mengatakan, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum selesai tentunya segala kegiatan harus tetap ada pembatasan.
“Pada posisi sekarang kita mesti hati-hati, kita belum pada posisi aman. Maka kita juga akan menyampaikan itu semua, jadi kalaupun ada perjalanan dinas mohon kiranya betul-betul, mana yang masuk kategori urgen ya lakukan, kalau yang biasa mungkin kita akan coba mereka supa menunda,” ungkap Taufik Hidayat, saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh wartawan, Kamis (20/1) malam.
Menurut dia, belanja perdin Rp 93,80 miliar baru sebatas anggaran. Jika seumpamanya melihat situasi dan kondisi pandemi semakin tidak terkendali, maka OPD harus mengatur belanja perdin.
“Artinya kita juga tidak mungkin diberikan peluang yang terlalu besar. Mereka supaya betul-betul memikirkan kesehatan mereka dan juga kesehatan orang lain,” ungkapnya.
Sementara, Direktur Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada menantang Pemkab Pandeglang untuk mempublikasikan Daftar Isian Penggunaan Anggap (DIPA) belanja perdin Rp 93,06 miliar tersebut. Tujuannya tentu masyarakat bisa tahu mata anggaran tersebut untuk apa saja dan outcome dari kegiatan tersebut.
“Setiap tahun anggaran belanja di Pemkab Pandeglang nilainya cukup fantastis, terutama Sekretariat DPRD. Jika pun memang perdin harus dilaksanakan oleh pejabat, tapi seyogyanya publik juga wajib tahu detail terkait anggaran tersebut untuk apa saja,” kata Uday.
Menurut dia, tahun 2022 pandemi Covid-19 belum usai dan harusnya pemerintah bisa lebih menekan belanja perdin serta mengalokasikannya untuk belanja yang bersentuhan langsung terhadap masyarakat. Bukan hanya harus menekan anggaran untuk hal yang kurang substantif, pemerintah daerah juga sebaiknya mengoptimalkan penerimaan terutama dari sektor pendapatan asli daerah (PAD).
“Sekarang apa tujuan perdin itu? Jika hanya studi banding atau studi tiru, mengambil data daerah lain, itu kan bisa dilakukan secara virtual. Tentu akan sangat menghemat anggaran, tetapi tidak tahu juga jika orientasinya memang mencari lebih dari SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas, red),” ungkapnya.
Dikatakan Uday, belanja perdin yang cukup mencolok terjadi di Sekretariat DPRD Pandeglang Rp 39,80 miliar. Tahun lalu, Sekretariat DPRD mengalokasikan perdin Rp 41 miliar dan tahun ini turun sedikit menjadi Rp 39,80 miliar.
Dirinya mempertanyakan terkait manfaat dan hasil atas kunjungan kerja (kunker) anggota dewan. Misal untuk membahas Raperda APBD yang sifatnya reguler, tentu tidak mesti kunker ke daerah lain, karena itu merupakan rutinitas tahunan yang tentu hasilnya tidak akan jauh berbeda. Termasuk pembahasan raperda lainnya yang bisa dilakukan secara virtual.
“Jika teknologi komunikasi sudah sangat mudah dan murah, kenapa mesti kunker secara fisik yang menghabiskan waktu dan biaya besar. Lain hal jika anggota dewan mencari tambahan penghasilan dari sisa-sisa kunker, apalagi jelang 2024,” pungkasnya sambil tertawa.
Redaktur : D. Sudrajat
Reporter : Ari