Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan

0
705

Oleh. Eko Supriatno

DITENGAH semakin banyaknya gedung dan bangunan di Labuan, keberadaan Gedung kewedanaan Labuan kian tersisihkan. Belum lagi, gedung dan bangunan bersejarah itu harus bergelut dengan sejumlah problematika terkait ketidakjelasan statusnya.

Ya, Labuan menyimpan nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah. Perkembangan perkotaan yang berdampak pada kebutuhan ruang terus mengekspansi dan merubah pola spasial kota. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan bangunan bersejarah sebagai identitas Labuan di masa lalu.

Bangunan Gedung Kewedanaan Labuan merupakan bangunan bersejarah yang kini kondisinya terbengkalai terletak di Jalan Pegadean, Kelurahan Labuan, Kecamatan Labuan.

Gambar : Bangunan Gedung Kewedanaan Labuan

Berbentuk bujur sangkar, yang merupakan salah satu ciri arsitektur masa kolonial, sehingga bila terlihat tampak muka, simetris yang kokoh. Denah simetris ini memberikan kemudahan untuk melakukan penambahan pada samping bangunan.

Bentuk bangunan ini berbentuk sederhana bergaya joglo dan memiliki sudut lancip di tengahnya. Penutup atap terbuat dari genteng. Pada bagian badan terdapat jendela dan pintu berukuran besar. Pada setiap dua jendela kaca terdapat daun jendela yang terbuat dari susunan kayu horisontal (jalosie window) sebanyak 4 buah pada masing-masing sisi bangunan. Tiga perempat daun pintu berbentuk jalosie window, sementara seperempat bagian bawah dihias motif panel persegi empat. Bangunan ini berdiri di atas lahan ± 1000 m2. Luas bangunan 20 m x 22 m.

Bangunan Gedung Kewedanaan Labuan itu secara fisik memang sudah harus direnovasi. Kalau tidak ya, diratatanahkan dan dibangun kembali. Namun, menurut penulis, nilai-nilai yang sejarah di sana jangan sampai dihilangkan. Seandainya harus dibangun kembali dan direnovasi, harus tetap difungsikan misal menjadi “Balai Budaya Labuan”.

Apa yang membuat penulis concern dalam tulisan ini lebih memilih memfungsikan Bangunan Gedung Kewedanaan Labuan, padahal sudah banyak sekali gedung yang lebih bagus di Labuan saat ini? Jawabannya adalah faktor nostalgia atau romantisme masa lalu. Sesuatu yang indah adalah bagaimana caranya agar sejarah dan nilai histori di Gedung Kewedanaan Labuan tidak terputus. Ya, menurut penulis, harus ada regenerasi, caranya adalah dengan mengelola Bangunan Gedung Kewedanaan Labuan menjadi bangunan modern tetapi memiliki fungsi dan spirit yang sama seperti saat awal didirikannya.

Pemerintah Punya Kuasa

Tentunya Pemkab Pandeglang dalam hal ini Bupati dan juga DPRD kabupaten Pandeglang harusnya sangat menyambut baik dengan gagasan Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan.

Saya pikir pada Pemerintahan Irna-Tanto, semua (proses pengurusan administrasi) akan serba cepat dan tegas. Pintunya tidak banyak. Berbeda dengan dulu, untuk mengakuisisi sebuah gedung bersejarah seperti halnya Gedung Kewedanaan Labuan harus melalui banyak pintu, sehingga susah sekali dilakukan.

Saya rasa pemerintahan Irna-Tanto punya kuasa untuk mengetuk pintu OPD dibawahnya agar mau lebih atensi dengan permasalahan di Gedung Kewedanaan Labuan. Perintahkan OPD untuk mengambil alih dan mengelola kembali gedung tersebut tetapi tetap dengan nama dan spirit sebagai Gedung Balai Budaya.

Sangat diharapkan apabila Pemkab Pandeglang mengoptimalkan kuasanya, nantinya akan mempelopori pembangunan Balai Budaya Labuan dengan bentuk Gedung Kewedanaan yang bisa didirikan dengan cepat.

Balai Budaya Labuan dapat menjadi ciri dan bias menjadi pusat pengetahuan bagi generasi muda disekitarnya, ditambah dengan dilaksanakannya berbagai pelatihan-pelatihan kesenian khas Pandeglang atau Labuan.

Balai Budaya Labuan ke depan harus bisa menjadi pusat aktivitas dan tempat berkumpulnya warga. Khususnya menjadi sentra pembinaan seni dan budaya warga. Ya, sejatinya fasilitas dan infrastruktur warga harus bisa dioptimalkan untuk kegiatan pemberdayaan warga.

Untuk itu kedepan, Muspika terkait agar lebih kreatif membuat kegiatan yang melibatkan warga. Misalnya, menggelar pelatihan maupun kegiatan pemberdayaan yang dijadwal rutin di balai budaya tersebut. Lalu membuat pertunjukan “kesenian dan kebudayaan” setiap malam Minggu, atau hadrah dan selawatan setiap malam Jumat. Jika di balai budaya rutin digelar seperti ini, seniman tentunya tidak perlu repot lagi dalam membangun sanggar-sanggar fisik, karena bisa memanfaatkan ruang-ruang kosong yang ada di balai budaya. Dengan begitu, semangat keguyuban dan gotong royong tetap terjalin kuat.

Balai budaya yang dipenuhi dengan aktivitas sosial dan budaya warganya, merupakan salah satu indikator Smart Kampung yang ingin dikembangkan Padeglang.

Ya, saatnya dilakukan revitalisasi Balai budaya dengan kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat kegotongroyongan, paguyuban, dan tanggung jawab kewargaan.

Ketersediaan balai budaya yang memungkinkan warga masyarakat dari berbagai latar belakang etnis, agama, dan usia saling bertemu dan interaksi menjadi sangat niscaya.

Akhirnya warga Labuan memiliki satu posisi tersendiri di dalam menjaga nilai-nilai budaya Labuan itu sendiri. Sebenarnya siapapun dia, sejauh dia tinggal di Labuan otomatis dia adalah menjadi bagian daripada warga Pandeglang dan juga warga Labuan.

Sinergisme Pengelolaan Cagar Budaya

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Cagar Budaya didefinisikan: kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan prilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam upaya pelestarian Cagar Budaya, sejatinya negara bertanggung jawab penuh dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Idealnya, Cagar Budaya dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan Cagar Budaya tersebut.

Secara implisit, amanat dari Undang-Undang Cagar Budaya telah menegaskan pentingnya pelestarian Cagar Budaya sebagai hasil peradaban budaya masa lalu. Sebab, dilihat dari arti Cagar Budaya dalam kepentingan bangsa atau negara, keberadaan Cagar Budaya erat kaitannya dengan perjalanan masa lalu bangsa itu sendiri. Hal ini dilatarbelakangi bahwa Cagar Budaya mengandung informasi masa lalu, terutama hasil peradaban dan kebudayaan yang mencerminkan nilai-nilai keluhuran bangsa. Dengan demikian, melalui Cagar Budaya masyarakat yang hidup pada masa sekarang dan masa yang akan datang kelak tentunya akan dapat mengenal dan mempelajari nilai-nilai dari proses budaya yang telah diwarisi.

Paradigma pelestarian Cagar Budaya saat ini tidak semata terbelenggu pada tindakan mempertahankan saja, akan tetapi sudah menuntut pada tahap pengembangan dan pemanfaatan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Tidak sekadar pewarisan benda, tetapi sudah menuntut pada pewarisan pengelolaan dalam bentuk pembangunan yang memberikan dampak pada aspek kesejahteraan masyarakat.

Terlaksananya pelestarian Cagar Budaya menjadi salah satu modal pembangunan daerah. Hal ini guna memenuhi salah satu tujuan kemerdekaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, disamping tujuan pelestarian lainnya, dalam konteks daerah adalah meningkatkan harkat dan martabat daerah, memperkuat kepribadian daerah, meningkatkan kesejahteraan warga dan mempromosikan warisan budaya daerah kepada masyarakat.

Pada dasarnya, upaya pelestarian Cagar Budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan daerah saja, melainkan menjadi perhatian bersama. Pemerintah sebagai pengemban amanah perlu melibatkan masyarakat, swasta dan lembaga-lembaga negara lainnya. Pemerintah perlu membangun konsep sinergisme dari segala elemen bangsa untuk menyamakan persepsi, sekaligus bersama-sama memberikan perhatian untuk pengelolaan yang terhadap pelestarian cagar budaya.

Upaya pelestarian terhadap bangunan cagar budaya sepertihalnya gedung kewedanaan Labuan bisa dilakukan oleh pihak pemerintah dan pihak swasta.

Pertama, Pihak Pemerintah. Peninggalan sejarah sudah semestinya dilindungi keberadaannya. Dalam kaitanya dengan pelestarian, bangunan sejarah tidak hanya dipandang dari segi keindahan arstekturnya saja namun nilai historis yang terkandung di dalamnya karena merupakan penghubung antara masa lalu dengan masa sekarang sekaligus menjadi gambaran untuk masa yang akan datang. Pemerintah Kabupaten Pandeglang selaku pembuat kebijakan konservasi melaksanakan program-program pelestarian guna terpeliharanya bangunan-bangunan cagar budaya di kabupaten Pandeglang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwista. Pelaksanaan program-program pelestarian itu dapat dilihat pada beberapa bangunan bersejarah di Pandeglang yang masih dapat dinikmati oleh masyarakat hingga sekarang.

Kedua, Pihak Swasta. Pelestarian bukan hanya bertujuan untuk mempertahankan bangunan agar tidak dipugar tetapi juga diperlukan perawatan terhadap bangunan dan lingkungan cagar budaya. Untuk itu pemkab harus bekerjasama dengan pihak swasta yang ditunjuk untuk perawatan fisik bangunan. Bentuk perawatan ini meliputi pembersihan di seluruh areal bangunan gedung kewedanaan Labuan. Sumber daya finansial juga diperlukan untuk menunjang kegiatan pelestarian.

Dilihat dari urgensinya, keberadaan Cagar Budaya pada sebuah daerah amatlah berarti. Kelalaian dalam melakukan pelestarian Cagar Budaya sama artinya dengan menghilangkan aset budaya daerah. Sebab sifat dari Cagar Budaya itu sendiri mudah rusak, tidak tergantikan, tidak bisa ditukar dan tidak bisa diperbaharui. Untuk itu, upaya pelestarian mutlak untuk dilakukan, agar warisan budaya masa malu tetap lestari, kini dan nanti.

Pelestarian Bangunan Bersejarah

Bangunan cagar budaya di suatu daerah merupakan sebuah refleksi bagaimana daerah tersebut mengarungi perubahan jaman. Heryanto (2011: 21) mengatakan dalam bukunya bahwa bangunan bak kalimat dalam satu buku yang dapat menceritakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan suatu kota. Selanjutnya bangunan-bangunan yang mengisi tata ruang kota tersebut akan menciptakan bentuk wajah kota.

Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangu- nan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU No 11 Tahun 2010).

Pelestarian terhadap bangunan bersejarah dapat didefinisikan sebagai suatu upaya memelihara dan melindungi suatu peninggalan bersejarah baik berupa artefak, bangunan, kota maupun kawasan bersejarah lainnya.

Hal ini dilakukan dengan memanfaatkannya sesuai dengan fungsi lama atau menerapkan fungsi yang baru untuk membiayai ke- langsungan eksistensinya. Meskipun demikian, dengan adanya perubahan zaman yang semakin maju, semakin banyak pula bangunan-bangunan modern yang berdiri di setiap sudut kota.

Keberadaan bangunan modern tersebut dikhawatirkan dapat menggeser fungsi bangunan-bangunan lama yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Untuk itulah mengapa pengelolaan dan pelestarian dibutuhkan, yaitu agar bangunan cagar budaya yang ada tetap terawat sehingga dapat dijadikan pengingat akan sejarah yang ada di kota tersebut.

Menurut Edi Sedyawati (2007:189), pelestarian cagar budaya dengan cara menerapkan suatu suatu kebijakan publik dapat menyangkut dua cara, yakni secara umum dan khusus. Secara umum, yaitu mewujudkan pelestarian cagar budaya dilakukan dengan berbagai aspek pemanfaatan secara luas. Sementara secara khusus, dapat dilakukan dengan cara: Pertama, Mewujudkan aset budaya secara menyeluruh dalam bentuk data untuk dijadikan landasan kebijakan pembangunan lebih lanjut dengan cara pendataan cagar budaya;Kedua, Mewujudkan pengamanan cagar budaya dengan cara mengarahkan pada pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan, sosial, dan lain-lain yang sesuai dengan undang-undang mengenai cagar budaya; dan Ketiga, Menggugah kepedulian dan partisipasi masyarakat luas dalam mendukung pengelolaan dan pelestarian cagar budaya.

Dalam mempertahankan fungsi bangunan cagar budaya dan kawasan cagar budaya harus mengacu pada pengertian living monument yaitu tetap dapat difungsikan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan dan memperhatikan kelestarian dan pelestariannya sebagainya serta dead monument yaitu bangunan cagar budaya yang saat ditemukan sudah tidak dimanfaatkan lagi sebagaimana fungsi semula.

Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan

Menurut penulis, setidaknya ada 5 (Lima) gagasan dari tulisan “Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan” ini:

Pertama, Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan adalah bagian dari pemajuan kebudayaan dan pelestarian cagar budaya, yang merupakan salah satu sektor pembangunan daerah yang sangat penting.

Bahwa kebudayaan daerah memiliki nilai dalam menumbuhkan jati diri, membangun karakter dan meningkatkan citra daerah sehingga perlu dijaga dan dipelihara agar menjadi bagian dari kekayaan kebudayaan nasional.

Kedua, masalah utama Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan adalah masih rendahnya keseriusan pemerintah provinsi Banten hingga Pemeritha Kabupaten Pandeglang dalam pengelolaan pelestarian kebudayaan. Infrastruktur pendukung pengelolaan pelestarian kebudayaan itu sendiri masih kurang. Pemprov Banten dan Pemkab Pandeglang perlu membentuk tim ahli pelestarian kebudayaan atau unit pelaksana teknis dalam pencarian, penelitian, dan pengembangan pengelolaan pelestarian kebudayaan. Dalam upaya pengelolaan pemajuan kebudayaan dan pelestarian cagar budaya, sejatinya daerah bertanggung jawab penuh dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. idealnya, pelestarian kebudayaan dikelola oleh pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan pelestarian kebudayaan tersebut.

Ketiga, Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan adalah langkah strategis dan konkrit dari kepemimpinan Irna-Tanto. Pasalnya, kedepan, berbicara pengelolaan pelestarian kebudayaan juga berbicara industri pariwisata. dan industri pariwisata merupakan andalan kabupaten Pandeglang juga Provinsi Banten. untuk itu, perencanaan menjadi sangat penting, terlebih melibatkan semua pihak yang terkait. Pemerintah perlu membangun konsep sinergisitas dari segala elemen masyarakat untuk menyamakan persepsi, sekaligus bersama-sama memberikan perhatian terhadap nilai-nilai religiusitas sebagai nilai tradisional masyarakat Banten yang harus terus dipelihara, dijaga, dan dikembangkan dalam pengelolaan pelestarian kebudayaan di kabupaten Pandeglang juga Provinsi Banten,

Keempat, perlu adanya “identifikasi permasalahan pemajuan kebudayaan dan pelestarian cagar budaya” dan juga pendataan yang valid terkait kebudayaan yang ada di Banten.

Paradigma pengelolaan pelestarian kebudayaan saat ini tidak semata terbelenggu pada tindakan tahap pengembangan dan pemanfaatan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Pemahaman tentang pelestarian sudah harus diperluas, bukan benda lagi. melestarikan bukan berarti menjaga agar tidak punah, tapi lebih dari itu. dengan perda nantinya pengelolaan pelestarian kebudayaan bisa diintegrasikan dengan pengembangan pariwisata kebudayaan.

Semoga niat baik kita bersama yaitu Pelestarian Gedung Kewedanaan Labuan, dapat menjadi titik terang bagi terciptanya tata pemerintahan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat.

Daftar Pustaka

Hadinugroho, I. D. L., & Sutanto, M. S. (2015) Analisa Kriteria Bangunan Bersejarah.

Hosio, J E. 2007. Kebijakan Publik dan Desentralisasi. Yogyakarta: Laksbag Yogyakarta

Sedyawati, Edi. 2007. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: Rajawali Pers.

Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Eko Supriatno, M.Si, M.Pd

Penekun Kajian di Komunitas Warung Kopi Labuan (Warkol), Pengamat Kebijakan Publik, Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten. Ia mengampu mata kuliah Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Selain itu, Ia juga memiliki keterkaitan terhadap riset yang berhubungan dengan kajian dan riset di bidang agama dan sosial-budaya.