PENGAMAT politik Eko Supriatno mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Pandeglang untuk bersikap netral menghadapi Pilkada 2020. Terlebih petahana Irna Narulita-Tanto Warsono Arban berniat maju kembali pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
“Mengkampanyekan keberhasilan petahana berarti ASN/PNS berpolitik praktis. Camat melekat sebagai ASN 24 jam. Camat yang berpolitik mestinya dihukum berat,” kata Eko melalui pesan singkat, Selasa (11/08/2020), saat diminta komentar terkait viralnya video diduga Camat Cigeulis, Subro Mulisi (sebelumnya ditulis Busro) yang melakukan kampanye pada saat pembukaan pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2020.
Simak berita sebelumnya : http://Viral, Diduga Camat di Pandeglang Ajak Warga Penerima BLT Menangkan Petahana Pada Pilkada 2020 – https://tuntasmedia.com/viral-diduga-camat-di-pandeglang-ajak-warga-penerima-blt-menangkan-petahana-pada-pilkada-2020/
Menurutnya, camat merupakan ASN yang seharusnya netral dan tidak diperbolehkan terlibat politik praktis. Sekali lagi, ASN harus mampu menjaga netralitas dan tidak terlibat politik pada Pilkada Serentak 2020. Kata Eko, ASN harus terbebas dari kepentingan politik, tugasnya adalah menjalankan kewajiban yang diberikan oleh negara.
“Apa kewajiban ASN, yaitu tiga fungsi tersebut meliputi pelayanan publik, pelaksanaan pembangunan, dan perlindungan masyarakat. Makanya betapa strategisnya posisi ASN dalam birokrasi, maka netralitas mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi birokrasi merupakan sebuah keniscayaan (conditio sine qua non),” jelasnya.
Bagi para ASN, menjaga netralitas merupakan amanat konstitusi yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 Pasal 9 ayat (2) tentang ASN agar ASN terbebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Ditegaskan pula bahwa selama masa kampanye, ASN dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Tonton juga videonya : https://youtu.be/eR4t05okDeU
ASN juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap calon yang menjadi peserta pemilu, sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Ketentuan tentang netralitas ASN dalam pemilihan kepala daerah juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Pada Pasal 4 ayat (14) dan (15) ditegaskan bahwa ASN dilarang memberikan segala bentuk dukungan kepada calon kepala daerah/wakil kepala daerah. Jika aturan tersebut dilanggar, sanksinya tegas, mulai dari peringatan hingga pemecatan.
“Asumsi saya, keterlibatan oknum ASN dalam politik akan selalu mendapat ujian, dikarenakan posisinya bekerja pada kekuasaan. Tangan-tangan kekuasaan yang berusaha menggiring mereka ke dalam politik praktis melalui berbagai modus, kemasan, dan cara,” terangnya.
Menurutnya, agar terlibat politik, ada ASN yang dijanjikan jabatan tertentu saat calon yang didukung terpilih, dan hal ini kecenderungan akan menguat pada bakal calon petahana. Selain itu, oknum ASN yang merasa khawatir akan disingkirkan dari suatu jabatan bisa terlibat dalam dukung mendukung calon. Seharusnya para ASN tidak perlu khawatir, karena kepala daerah dilarang memberhentikan atau memindahkan seorang pejabat yang menduduki suatu jabatan sebelum genap dua tahun.
“Ya, pada situasi ini akan sulit menjaga netralitas ASN apalagi jika pengawasannya lemah. Untuk pengawasan itu, Bawaslu, peranan pers, kelompok masyarakat, akademisi, dan lembaga terkait lainnya sangat diperlukan,” terangnya.
Selain ASN, Eko juga mengkritik Bawaslu yang selama ini terkesan kurang proaktif, menunggu dan kurang sigap menyikapi pelanggaran pemilu. Padahal, Bawaslu semakin memiliki kewenangan kuat, selama ini kurang ada keberanian dari petugas Bawaslu di lapangan untuk menindak pelanggaran-pelanggaran pemilu.
Karena itu, jika masih ada ASN/PNS yang nekat memberikan dukungan kepada calon tertentu pada Pilkada 2020 ini, bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri. Lebih baik ASN/PNS tetap bekerja untuk kepentingan masyarakat, tidak memihak salah satu calon.
“Bukankah pelanggaran pidana pemilu dan pemilu itu sendiri harus dilihat sebagai satu rangkaian? Saya berharap dengan regulasi yang mereka pegang, bisa menjadi payung hukum yang efisien untuk menindak tegas pelaku pelanggaran pidana pemilu, seperti halnya kasus Camat Cigeulis kampanyekan petahana,” pungkas dosen UNMA Banten ini.
Redaktur : A Supriadi
Reporter : Andre Sopian